John Coast yang Berjasa Bagi Indonesia (Bersama Agus Salim, Bertemu Muso dan Piknik dengan Soekarno) -bagian 2

Heboh Candu Peninggalan Belanda

BEBERAPA hari setelah perayaan ulang tahun ketiga proklamasi, meletus peristiwa yang kemudian terkenal dengan sebutan "skandal candu". Kata candu berkonotasi kepada penggambaran orang Cina kurus kering dalam barak-barak tempat mengisap candu. Penyelundup barang terlarang ini selalu menghadapi kematian dengan cara kekerasan. Walau demikian, sampai 1942, Singapura dan Hindia Belanda telah menarik keuntungan berlimpah dari perdagangan benda itu.
Ketika Belanda menyerang Indonesia pada 1946, pemerintah memindahkan sekitar 22 ton candu ke Yogya. Ada kekhawatiran bila berhasil dijarah Belanda, benda terlarang itu akan didistribusikan secara bebas. Maka, perlu dicari tempat penyimpanan yang lebih aman ketimbang Batavia. Awal 1948, saat blokade Belanda menyulitkan perekonomian Indonesia, pemerintah, melalui keputusan Kabinet,, merencanakan mengeskpor candu simpanan itu. Tapi gagasan itu diketahui Belanda yang lantas memanfaatkan keadaan untuk menyulitkan Republik.
Mereka menangkap beberapa pejabat Departemer Keuangan (lembaga yang ditunjuk pemerintah menangan masalah candu) di Jakarta, dengan tuduhan telah memanfaatkan sarana PBB untuk kepentingan memperlancar penjualan candu. Belanda menggembar-gemborkan bahwa sejumlah candu, sepengetahuan pemerintah Indonesia, telah diselundupkan ke Singapura, Penang, dan Bangkok, menggunakan pesawat amfibi. Tapi kampanye itu tak ditanggapi luas dunia internasional.
Ketika Indonesia sedang menghadapi blokade ekonomi Belanda, Muso menggerakkan rapat-rapat akbar di pelbagai tempat di Jawa Tengah. Mengobarkan semangat antinegosiasi dengan Belanda, sembari mengampanyekan pembukaan hubungan dengan Rusia. Perjanjian Linggarjati dan Renville -- kendati yang disebut terakhir ikut ditandatangani salah seorang pengikut Muso -- sama sekali ditolak Muso.
Sementara itu, Front Demokrasi Rakyat -- ketika itu masih terdiri dari Partai Sosialis (Amir Syarifudin), Partai Buruh, Partai Komunis, Gerakan Pemuda Sosialis, Organisasi Serikat Buruh Pusat, dan Serikat Petani, yang melakukan koreksi besar-besaran, sepakat membentuk satu wadah persatuan dan menciptakan peremajaan melalui Partai Komunis.
Perkembangan itu membuat saya terkesima. Karena sepuluh hari sebelumnya, Suripno telah mempertemukan saya dengan Amir Syarifudin, dan saya berbicara panjang lebar mengenai komunisme dan Front Demokraksi Rakyat. Amir Syarifudin, ketika itu menjelang 40 tahun, adalah anggota Partai Sosialis. Tapi hubungan laki-laki berkaca mata minus dengan gagang kulit penyu itu dengan Sjahrir hanya berlangsung sampai Perjanjian Renville. Kelompok ekstrem kiri kemudian mendesaknya memisahkan diri dari Partai Sosialis.
Kendati Amir Syarifudin, sebagai menteri pertahanan, berhasil mengkoordinasi unsur-unsur muda dan galak dalam tentara, ia tidak selamanya berhasil menjadi seorang yang mandiri seperti penampilannya. Kehidupannya penuh hal-hal yang bertentangan. Ia memang seorang pemimpin gerakan antikolonial, membenci fasisme, namun nyaris merupakan satu-satunya pemimpin nasional yang sempat bekerja dengan Belanda demikian jauh.
Amir Sjarifuddin
Ia, pada usia 21 tahun, memimpin partai berpaham Marxis, tapi ke mana-mana selalu mengantungi Injil ukuran saku. Pada sebuah pertemuan, saya bertanya blak-blakan kepada Amir Syarifudin. Apakah Anda seorang komunis? Saya dimintanya untuk menulisnya sebagai seorang sosialis sayap kiri.
Akhir Agustus, mendadak muncul pemberitahuan bahwa saya akan ditugaskan ke Bangkok, dan kemudian ke Singapura. Menurut pengarahan yang saya peroleh, ada usaha-usaha di Singapura, dan ceritanya sudah dimuat di koran-koran, untuk menjelek-jelekkan nama Indonesia di sana. Tugas saya menghubungi Utoyo, yang mengurus soal-soal diplomatik, dan Dr. Saroso, wakil Departemen Perdagangan dan Keuangan di Singapura, untuk menggali kebenaran usaha-usaha itu. Langkah berikutnya menemui pejabat-pejabat Inggris di Singapura. Rasanya, sebagai orang Inggris, saya bisa bicara dalam suasana santai dengan mereka guna membuka jembatan untuk Indonesia. Ketika memberikan surat kuasa kepada saya, Hatta berpesan, "John, dalam kesempatan itu, coba juga jernihkan perkara candu."
sumber : Ada Saat Genting, Ada Saat Piknik - Tempointeraktif.com

Comments

Popular Posts