Biju Patnaik : Pilotnya Proklamasi (Bagian-2)


Sumber : Baltyra
Ditulis oleh : Iwan Satyanegara Kamah – Jakarta
Andaikan pria jangkung pemberani asal Orissa (India) ini berwarganegara Indonesia, pasti pemerintah Indonesia tidak punya keraguan sedikitpun untuk memberikan gelar pahlawan nasional. Siapa pria itu? Bagaimana mungkin seorang asing bisa menjadi pahlawan nasional Indonesia?
Pertama kali saya tahu sosok pria tinggi semampai ini, semasa saya masih duduk di sekolah dasar dulu, di tahun 1978. Waktu itu di halaman depan surat kabar Kompas ada foto tidak terlalu besar terpasang di bagian kiri halaman depan. Foto itu menggambarkan seorang menteri dari negara tetangga bertamu ke rekannya di Indonesia.
Sebenarnya foto pria yang datang sebagai seorang Menteri Baja India dan menjadi tamu Menteri Perindustrian AR Soehoed waktu itu, biasa-biasa saja. Kebetulan dia datang ke sini mewakili bosnya Perdana Menteri India saat itu, Morarji Desai, yang gemar minum air seninya setiap pagi.
Yang menarik adalah keterangan foto yang diberikan Kompas, yang justru saya mudah ingat hingga kini. Jadi menteri India yang datang itu diberi keterangan sebagai seorang pilot yang banyak membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia dulu. “Wooo… keren juga seorang menteri tak terkenal (bagi saya) bisa punya andil jasa buat Indonesia”, pikir saya dalam hati.
Ternyata di kemudian hari, pria berkacamata kelahiran tahun 1916 itu, bukan hanya membantu tetapi juga berteman baik dengan para pendiri bangsa ini. Persahabatan itu terjalin baik dengan PM Indonesia Sutan Sjahrir, dengan Wakil Presiden Mohammad Hatta dan juga dengan Presiden Indonesia serta patriot-patriot lainnya.
Dia adalah Bijayananda Patnaik atau dikenal luas dengan panggilan Biju Patnaik. Di negerinya, Biju dikenal sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang bersahabat baik dengan tokoh kenamaan India Mahatma Gandhi dan Pandit Jawaharlal Nehru. Persahabatannya itu membawa dia dikenal dengan baik dan dianggap sebagai seorang patriot bagi Indonesia.
Ketika Belanda melakukan agresi terhadap kedaulatan Indonesia bulan Juli 1947, wilayah udara Indonesia diblokade oleh angkatan udara Belanda juga lalu lintas laut. Artinya setiap pesawat atau kapal laut yang masuk dan keluar tanpa ijin Belanda (bukan ijin dari Indonesia yang punya wilayah) akan mendapat konsekuensi serius.
Nah, Soekarno yang berkedudukan di Jogjakarta meminta PM Sutan Sjahrir yang berkantor di bekas rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur no. 56, agar pergi ke luar negeri untuk mencari dukungan diplomatik bagi Indonesia yang benar-benar sedang terjepit. Bagaimana bisa keluar Indonesia, kalau semua kekuasaan udara dan laut di kendali Belanda?
Nah, di tengah kegentingan itu, Nehru mengutus sahabatnya Biju Patnaik yang memang mampu menerbangkan pesawat terbang sipil, agar terbang menjemput sahabat Nehru, yaitu PM Sutan Sjahrir untuk dibawa ke India. Tugas ini bukan hanya serius, tetapi nyawa taruhannya. Biju Patnaik melakukan semuanya dengan penuh keberanian dan berhasil. Sjahrir berada di India yang akhirnya mengundang simpati internasional kepada Indonesia atas kejahatan Belanda atas agresinya pada Juli 1947 itu.
Patnaik menerbangkan Sjahrir dengan gagah berani dan membiarkan nyawanya sebagai perisai, dengan pesawat Dakota melewati Singapura pada tanggal 24 Juli 1947. Keberanian Biju Patnaik yang banyak dipuji dan dikenang oleh Indonesia hingga kini. Bahkan setelah itu dia selalu mondar mandir ke Indonesia menjalin persahabatan dengan banyak patriot di sini, sekaligus menjadi perantara tokoh-tokoh pejuang India yang juga banyak mendukung kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Bukan hanya banyak membantu para patriot Indonesia, Biju Patnaik juga menjalin hubungan personal yang mendalam dengan banyak tokoh pendiri republik ini. Ketika Soekarno memilik anak kedua, Patnaik memberi nama kepada anak itu dengan nama Megawati. Sebenarnya saya agak bingung dengan kenyataan ini, bagaimana seorang Soekarno memberikan kesempatan kepada orang lain, apalagi orang itu orang asing, untuk memberi nama anaknya. Dalam buku otobiografinya yang ditulis Cyndi Adams, Soekarno bercerita bagaimana susahnya keadaan saat Megawati lahir. Genteng bocor di Istana Kepresidenan di Jogja, karena ada badai angin dan hujan. Di tambah lagi suasana revolusi yang genting. Pokoknya awut-awutan sekali istilah orang Jawa.
Namun ternyata fakta itu memang benar bahwa nama Megawati diberikan oleh Patnaik. Ketika Presiden Megawati Soekarnoputri melakukan kunjungan kenegaraan ke India tahun 2003, Megawati minta protokol tuan rumah agar dia bisa mengunjungi janda Patnaik, yaitu Gyan Patnaik. Saat itu Gyan sudah tua sepuh dan tinggal di rumah anaknya Naveen, yang juga seorang politisi senior Orissa, negara bagian asal Patnaik.
Akhirnya Megawati bisa bernostalgia dengan keluarga Patnaik, meski Biju sendiri sudah lama wafat (1996). Bahkan ketika sudah tak menjadi presiden lagi, Megawati datang kembali ke rumah janda Patnaik tahun 2007 dalam kunjungan pribadi ke India, sebelum akhirnya Gyan wafat karena usia tua pada Februari 2009. Gyan mengenal Megawati sejak putri Soekarno itu masih bayi. Kepergian Gyan (dan juga Biju Patnaik) diratapi dengan sedih oleh rakyat India.
Banyak tokoh pendiri India dan Indonesia memang memiliki hubungan pribadi dan keluarga yang sangat mendalam sekali, yang sangat sulit terhapuskan oleh sejarah sampai kapanpun. Dalam keharmonisan hubungan itu, Biju Patnaik menjadi lambang kerekatan yang menyatukan kedua negara besar dalam sebuah kesamaan pandangan.
“Biju Patnaik adalah seorang pemberani”, kata tokoh India Jawaharlal Nehru. Bagi saya Patnaik bukan hanya pemberani bagi India, tetapi juga bagi Indonesia. Keberaniannya sudah dia buktikan ketika negeri ini sedang tak berdaya menghadapi musuhnya.

Nama Biju Patnaik kini diagungkan menjadi nama bandar udara di Bhubaneswar, Odisha, India bagian timur. Dulu kota ini adalah ibukota kerajaan Kalinga, yang memiliki hubungan budaya yang erat dengan nusantara. Nama perguruan tinggi di kota itupun dinamakan Biju Patnaik University of Technology. Semuanya untuk menghormati sang pilot yang banyak membela proklamasi 17 Agustus 1945.
Saya juga agak terkejut ketika mengetahui bahwa Biju Patnaik terseret-seret dalam peristiwa berdarah pemberontakan PKI 1 Oktober 1965. Lho kok bisa? Ternyata ada fakta bahwa Biju Patnaik bertemu Presiden Soekarno pada malam hari 30 September 1965 untuk menyampaikan pesan negaranya agar Indonesia tidak memihak Cina dalam konflik India-Cina. Pertemuan Biju Patnaik dengan Soekarno diduga bisa banyak menguak misteri peristiwa kelam 1965 itu.
Keberanian Patnaik menerbangkan pesawat untuk membantu perjuangan negara yang lahir 17 Agustus 1945 ini, telah banyak dilupakan oleh orang Indonesia. Karena sifat lupa ini, Indonesia tak pernah terbang tinggi ke angkasa kemajuan. Indonesia selalu tinggal di landasan, kalau bergerak pun sangat lambat. Bahkan diam. (*)

Comments

Terima kasih tulisan ini sudah dihargai.
Jimmy said…
Terima kasih tulisan ini sudah dihargai.

Iwan Satyanegara Kamah

Popular Posts