Saat Soeharto Ditampar Alex Kawilarang
Senin, 7 Agustus 1950
Langkah Kolonel Alex Kawilarang yang sulit dilupakan
masyarakat politik pada tahun limapuluhan ialah ketika ia menempeleng Letkol
Soeharto di Makassar saat sedang menumpas pemberontakan RMS dan pasukan KNIL/KL
(KNIL = Koninklijke Nederlands Indisch Leger /Tentara Hindia Belanda,
KL=Koninlijk Leger /Tentara Kerajaan Belanda).
Kolonel Alex Kawilarang marah karena selaku Panglima
TT-VII/TTIT ia baru melaporkan kepada Presiden Soekarno (tanggal 4-5 Agustus)
bahwa keadaan di Makassar sudah aman.
Tetapi Soekarno menyodorkan radiogram yang baru diterimanya
bahwa pasukan KNIL Belanda sudah menduduki Makassar hari Jumat, tanggal 5
Agustus.
Ternyata pasukan yang harus mempertahankan kota Makassar
yaitu Brigade Garuda Mataram telah melarikan diri ke Lapangan Udara Mandai.
Maka tidaklah mengherankan bahwa Kolonel Alex Kawilarang
menjadi marah dan hari Senin ini buru-buru kembali ke Makassar.
Setibanya di lapangan udara Mandai ia langsung memarahi
komandan Brigade Garuda Mataram Letkol Soeharto: "Sirkus apa-apaan
nih?" kata Kolonel Alex Kawilarang sambil menempeleng pipi Letkol
Soeharto.
Maka dapatlah dimengerti, akibat peristiwa tersebut, hingga
saat Alex Kawilarang meninggal, Presiden Soeharto tidak pernah berbicara dengan
bekas atasannya itu.
Penghargaan kepada A.E. Kawilarang secara resmi baru
diberikan pada 1999 yang lalu, sewaktu Presiden B.J. Habibie berkuasa.
Catatan tambahan :
Alex Kawilarang pernah disorot pers ibukota pada tahun
limapuluhan
Ketika itu secara mengejutkan Alex menangkap Menlu Roeslan
Abdulgani di lapangan terbang Kemayoran dengan tuduhan korupsi. Roeslan ketika
itu bersiap-siap untuk berangkat ke luar negeri. Belakangan Presiden Soekarno
meminta Panglima Siliwangi ini membebaskan kembali Menlunya itu. selanjutnya...
"Kalau Prabowo Pulang, Semua Akan Terbongkar"
11 MEI 1999
Alexander Evert Kawilarang : "Kalau Prabowo Pulang, Semua Akan Terbongkar"
Ada lembaran hidup misterius yang tersimpan dalam laci
sejarah mantan Kolonel Infanteri (TNI) Alexander Evert Kawilarang. Salah satu
laci sejarah itu adalah ke-terlibatan mantan Panglima Teritorium (TT)
III/Siliwangi ini dengan gerakan pemberontakan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta)
di Makassar, pada 1957.
Padahal, Alex, begitu panggilan akrabnya, sebelumnya telah
berjasa menumpas berbagai pemberontakan di Tanah Air pada 1950-an: Andi Azis
(Sulawesi), Republik Maluku Selatan (RMS?Maluku), Kahar Muzakkar (Sulawesi
Selatan), dan Darul Islam/Karto Suwiryo.
Laci lain, pertemuan Alex dengan Soeharto, bawahannya, yang
waktu itu ditugaskan ke Sulawesi untuk menghadapi pemberontakan di daerah.
Karena orang kebanyakan sering melihat kehidupan seseorang secara hitam putih,
keterlibatan Alex di Permesta itu membuat dia tersingkir dari kehidupan ramai.
Banyak kawan dekat yang menjauhinya.
Padahal, Dr. Barbara Sillars Harvey, pengamat politik dari
Monash University, Melbourne, menyebut Permesta, pemberontakan rakyat Sulawesi
Utara 1957, sebagai pemberontakan setengah hati: mereka sebetulnya tidak hendak
memisahkan diri dari pemerintah pusat, tetapi sekadar menggertak.
Setelah tersingkir dari panggung militer, Alex menghidupi
keluarganya dari bisnis. Sebuah perusahaan swasta dalam bidang kopra
digelutinya, selain bisnis suplai barang-barang kebutuhan ABRI. Alex kini
menikmati hari tuanya bersama H.O. Pondaag, istrinya yang terakhir dari tiga
perkawinannya. Dengan tubuh setinggi sekitar 170 sentimeter, tongkat yang
selalu ditentengnya tak bisa menyembunyikan kegagahannya di masa silam.
Kakek yang lahir di Jatinegara, Jakarta, pada 23 Februari
1920, ini memiliki tujuh cucu dari tiga anak. Nama Alex Kawilarang kini
dikenang kembali ketika masa yang disebut banyak orang sebagai era reformasi
bergaung. Kopassus memberikan penghargaan kepadanya sebagai anggota kehormatan
Korps Baret Merah, pertengahan April lalu, pada ulang tahun ke-47 komando itu.
Maklum, Alex-lah yang membentuk Satuan Komando Tentara
Teritorium III pada 1952, "cikal bakal" Kopassus yang berganti nama
beberapa kali. Dari Kesatuan Komando Angkatan Darat, lalu berubah menjadi
Resimen Para Komando Angkatan Darat, kemudian Komando Pasukan Sandi Yudha
(1969), dan terakhir Komando Pasukan Khusus (1984), sampai sekarang.
Karir militernya memang cemerlang. Berbekal pendidikan HBS V
(Hogere Burger School), kemudian Korps Pendidikan Perwira Cadangan dan KMA
(Koninklijke Militaire Academie), semuanya di Bandung, Alex menjadi anggota
angkatan tahun 1940. Lalu, karirnya pun merangkak.
Secara berturut-turut berbagai jabatan militer yang dipegang
Alex dari 1948 hingga 1956 adalah Komandan Brigade I Siliwangi, komandan
subteritorial di Tapanuli, Sumatra Utara, Komandan TT-VII, Komandan Pasukan
Ekspedisi yang dikirimkan ke Indonesia timur, dan Panglima TT III-Siliwangi.
Terakhir, atase militer di Washington DC, Amerika Serikat. Alex mengundurkan
diri dari dinas militer pada 1958, ya, ketika dia di Washington itu.
Dan Kelik M. Nugroho dari TEMPO, Alex mengungkapkan sebagian
lembaran hidup yang tersimpan dari laci-laci sejarahnya. Wawancara berlangsung
selama 3 jam 30 menit di rumahnya yang luas dan berarsitektur tua di kawasan
Menteng, Jakarta, Rabu pekan terakhir bulan April. Berikut kutipannya : selanjutnya ...
Comments