Irian Barat : Antara Bingungnya Kennedy dan Keras Kepalanya Sukarno
oleh : Anton Djakarta
Setelah selesai perjanjian KMB 1949 yang ditandatangani
dengan cara terburu-buru oleh Hatta dan manut sama rayuan Washington untuk
memperpendek perang, ada ganjalan kecil yang masih bikin Sukarno pusing.
Perjanjian pengalihan wilayah Hindia Belanda adalah keseluruhan ,tidak boleh
sepotong-potong sementara dalam satu pasal perjanjian KMB yang tebelnya segede
bantal itu tentang wilayah Irian Barat. Disana tercatat Belanda masih bisa
menguasai wilayah Irian Barat, sebuah wilayah paling timur dari negeri yang dulunya
bernama Hindia Belanda. – Itung-itungan geopolitik Sukarno : kalau Irian Barat
nggak dikuasai, maka Irian Barat akan jadi pangkalan militer terpenting NATO di
Asia Pasifik, atau setidak-tidaknya Amerika Serikat dan Belanda bisa bersekutu
untuk membangun pangkalan militer bersama”. Untuk itu sejak 1950 Sukarno
menjadikan Irian Barat sebagai masalah terpenting untuk diselesaikan.
Setelah kegagalan ekspedisi militer Belanda 1947 dan 1948,
Belanda mengambil pelajaran terpenting “jangan terlalu percaya pada Amerika
Serikat sekutunya sendiri”. Kegagalan menguasai Indonesia adalah langkah mundur
sejarah bagi Belanda untuk itu harus dibangun benteng baru, “Sebuah Pelabuhan
Banten baru seperti jaman Cornelis de Houtman tapi letaknya di timur”.
Sesungguhnya Irian Barat adalah markas mereka sebelum mereka kembali akan
berhadapan dengan Indonesia di sebelah barat. Di kalangan konservatif,
menguasai Hindia Belanda adalah tugas sejarah dan merupakan tanggung jawab
generasi muda untuk menghidupkan kembali kejayaan Hindia Belanda seperti di
jaman kuno.
Semangat seperti itulah yang membuat Irian Barat adalah
pertaruhan terakhir bagi Belanda, setelah mereka menyadari kegagalan Van Mook
dalam menguasai Indonesia, di Belanda muncul satu rezim pemerintahan baru di
mana Joseph Luns orang yang jauh konservatif ketimbang Van Mook muncul ke
permukaan dan menjadi pemain politik paling penting dalam melobi jaringan
politik di Amerika Serikat untuk kepentingan Belanda di Irian Barat.
Sementara sepeninggal Harry S Truman, politik luar negeri
Amerika Serikat dilanda kekacauan. Truman mengambil politik setengah-setengah,
sikapnya yang selalu ragu terhadap Cina Komunis bikin Truman kehilangan
kekuatan politik luar negerinya, gara-gara politik pengecut saat berhadapan
dengan Mao, Presiden Truman kehilangan Jenderal Douglas MacArthur orang yang
paling paham geopolitik Asia Pasifik dan juga pahlawan Amerika dalam perang
pasifik. –MacArthur ini akan divisi-kan oleh para senator Amerika Serikat untuk
jadi Presiden Amerika Serikat berikutnya, karena bagi Amerika masalah Asia
Pasifik sangat penting mereka takut Komunis akan masuk ke Asia Pasifik dengan
cara menunggangi negara-negara nasional. Bagi Truman menjaga kesatuan Cina itu
akan lebih mudah ketimbang Cina yang terpecah, padahal banyak analis politiknya
saat itu menekan “biarlah Cina terpecah dan kelompok Komunis hanya menguasai
wilayah utara, suatu saat wilayah utara bisa ditaklukan” Tapi pertimbangan
Truman lain, bila Cina terpecah maka kondisi keamanan di wilayah Asia akan
sangat terganggu.
Karena politik terlalu hati-hati inilah akhirnya Tentara
Merah pimpinan Mao berhasil menguasai seluruh daratan Cina, dan menjadi penerus
kekaisaran Cina lama, sementara para kaum Nasionalis disingkirkan ke Taiwan. Di
kalangan deplu AS kegagalan ini sangat mencoreng mereka, dan dijadi’in
pelajaran penting untuk langkah-langkah selanjutnya di Asia Tenggara, -satu
satunya wilayah penting Asia yang masih tersisa dan belum jatuh ke tangan kuasa
Komunis-.
Sedianya pengganti Truman itu mustinya Jenderal MacArthur,
tapi setelah Truman memarahi MacArthur soal perang Korea dimana MacArthur mau
maen perang dengan Cina, MacArthur ngambek dan bicara di depan kongres AS “Old
Soldier never die, he just fade away, seorang serdadu tua tak akan pernah mati,
dia hanya berlalu”- ucapan yang banyak bikin nangis anggota senat dan selama 10
menit mendapatkan standing ovation dari senat. MacArthur lalu turun dari podium
dan menolak untuk dicalonkan jadi Presiden AS.
Mundurnya MacArthur semakin memperjelas posisi Dwight
Eisenhower alias Ike yang dikatakan sebanding kepahlawanannya pada Perang Dunia
II. Ike ini adalah Jenderal Salon, dia hanya perwira tinggi militer yang nggak
pernah pegang pasukan sebelum kejadian Perang Dunia II. Namun rangkaian
kejadian di Eropa saja yang bikin karir Ike naik. Ike adalah seorang
komunikator yang tangguh, ia berpikiran dangkal, tidak memiliki visi, dunianya
hanya film koboy, ia mencerminkan pragmatisme Amerika dalam warna sesungguhnya.
Saat itu ada pertarungan ambisi di antara Jenderal-Jenderal Amerika Serikat dan
Inggris untuk tampil dalam panggung sejarah di Eropa, sebuah medan tempur yang
amat teatrikal. Disana ada Jenderal Inggris bernama Montgomery jagoan perang Al
Amien, Mesir dan sangat paham perang di Afrika Utara, hanya Monty yang berhasil
menghajar pasukan serigala gurun Rommel, di sisi lain ada Jenderal serampangan
bergaya Amerika seperti Jenderal Patton yang jago maen tank di medan-medan
berat, ada juga Jenderal Buttler dan banyak Jenderal, bahkan Perancis yang
sudah dipecundangi Jerman-pun masih belagak ingin jadi pemimpin perang Eropa,
De Gaulle ampe berkali-kali tidak mau hadir dalam rapat sekutu apabila bukan
dirinya yang ditunjuk dalam memimpin pendaratan pasukan sekutu di Perancis.
Roosevelt akhirnya minta nasihat Churchill, saat itu Churchill sedang
duduk-duduk sore dan mendapatkan telpon dari sohibnya FDR. Lalu FDR curhat soal
penentuan Jenderal ini, dengan tertawa Churchill berkata : “Tuan FDR....kau tau
Monty, dia orang amat kaku....hanya bisa dikalahkan oleh orang yang justru
lebih lemah daripadanya, dia nggak mau dikalahin. Kita tidak mencari ‘Rommel’
disini tapi kita disini mencari seorang dirijen pengatur perang, carilah
Jenderal yang jago administrasi bukan jagoan tempur” kata Churchill yang
awalnya memang kepengen Jenderal Inggris pimpin perang, tapi ia akhirnya
ngerasa nggak enak dengan Amerika yang kirim pasukan paling banyak dalam
konfigurasi pasukan sekutu. – Akhirnya dipilihlah Ike, yang dinilai FDR adalah
jenderal Salon tapi bisa dimanfaatkan untuk merobohkan ego para
Jenderal-Jenderal perang-.
Jenderal Salon itupun jadi Presiden AS, sifat Ike yang paling
ketara adalah ia tidak mau berpikir dalam-dalam, apabila ia sudah percaya sama
staf atau Jenderalnya ia tidak mau ambil keputusan, semuanya diserahkan para
bawahannya. Di masa perang Eropa 1941, ia jadi komandan tertinggi sekutu,
kerjanya hanya mendengarkan omongan para Jenderal-jenderal lalu mencatat dan
memberikannya pada asistennya untuk dibuat notulen, lalu setelah itu staf
lingkaran intinya disuruh ngumpul dan baca notulen laporan Jenderal-Jenderal,
staf intinya ini yang disuruh mikir, setelah dapet keputusan ia sendiri yang
akan berdiri depan teater brifing untuk memutuskan hasil keputusannya. Jadi ia
bukan mengendalikan situasi atas otaknya. Inilah yang terjadi ketika Ike
memimpin AS, dia melakukan politik luar negeri bukan atas kendali pemikirannya
tapi atas kendali pikiran anak-anak buahnya. Terutama munculnya Dulles
bersaudara yang akan banyak berpengaruh terhadap masa depan Indonesia.
Tahun 1951 di Amerika Serikat, ada senator yang naek daon
namanya Joseph MacCarthy, ini orang kerjanya tiap hari membangkitkan
ketakutan-ketakutan atas bahaya komunisme. Tindakan MacCarthy – yang mungkin
sekarang agak-agak mirip Geerd Wilders ini – ternyata dapet dukungan banyak
dari rakyat AS. Ketakutan MacCarthy ini meluas sampe pada ketakutan-ketakutan
yang aneh, pemerintahan Roosevelt-Truman dianggap bertanggung jawab soal
kejatuhan Cina ke tangan Mao, dan mengatakan bahwa “Sebentar lagi akan
berduyun-duyun orang Kominis akan datang ke kota-kota kita, karena bagaimanapun
Cina adalah pintu terdepan AS” orang AS sejak lama menganggap Cina adalah
sekutunya yang paling setia, tapi setelah Mao, Cina rupanya gagal disetir.
“Politik Ketakutan” pada bahaya laten komunis inilah yang bikin agenda politik
luar negeri dibawah Ike Eisenhower menginginkan Indonesia terpecah.
Dubes Amerika Serikat untuk Indonesia yang pertama adalah
Hugh S Cumming. Ia dipilih atas rekomendasi Direktur CIA Allen Dulles yang ia
berikan memo referensinya ke kakaknya sendiri Menlu AS, John Foster Dulles.
Lalu John membawa memo itu ke Ike. Tak lama kemudian Hugh S Cumming dipanggil
ke Washington. Saat makan siang di gedung putih, di Red Room (Ruang Merah
Cina), Hugh dipesankan oleh Allen Dulles “Hugh kamu harus hati-hati jangan
terpengaruh keadaan di Indonesia, tolong jangan ikatkan dirimu ke dalam suatu
kebijakan untuk menjaga kesatuan Indonesia”. Hugh mengangguk dan berkata “Ia
setuju Indonesia terpecah-pecah dan tidak dibawah komunis, lalu kita bisa menyatukannya
lagi”
Pandangan Dulles yang punya visi untuk mecahin Indonesia ini
akhirnya juga didengar oleh Sukarno. Tapi Sukarno mendengarnya agak terlambat,
sampai pada tahun 1957 Sukarno masih amat percaya dengan Amerika Serikat. Di
tahun 1952 kondisi di tubuh militer memanas, Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang
dipercaya menjadi Menteri Pertahanan berkonsultasi dengan Hatta, saat itu
tentara di Indonesia jumlahnya 200.000 sementara Sultan pengen tentara kita
ramping tapi kuat dan profesional, menurut perkiraan Sultan jumlah tentara
100.00 itu cukup efektif. Ide ini didukung oleh Nasution dan TB Simatupang.
Perwira-perwira di luar daerah banyak yang marah dengan ide ini karena kalo ide
ini dijalankan mereka bakalan kehilangan banyak pasukan, sementara mereka paham
bahwa anak buahnya juga dulu berjasa berperang lawan Belanda.
Sukarno yang dapat laporan ide Sultan ini menolak rencana
Sultan, sebab ia tak ingin ada kejadian ‘Madiun kedua’. Di beranda Istananya
Sukarno bicara dengan Ali Sastroamidjojo dan beberapa pemimpin politik “Aku tak
ingin melihat lagi, Amir-Amir lain yang dibawa dari benteng Vredenburg dan
ditembak mati di satu wilayah sepi, aku tak ingin bangsa ini terpecah lagi” .
Pikiran Sukarno ini kemudian didukung PNI , PKI dan beberapa partai sekuler
garis keras. Sementara ide Rasionalisasi didukung oleh Menteri Pertahanan,
Komandan Militer Pusat dan Partai-Partai yang bersahabat dengan Angkatan Darat.
Akhirnya muncul ide dari kelompok perwira Angkatan Darat yaitu : Membubarkan
Parlemen dan memaksa diadakannya Pemilihan Umum. Nasution sendiri datang ke
Istana dan meminta Presiden Sukarno membubarkan parlemen, jawab Sukarno “Apa
aku sudah gila kau suruh aku bubarkan Parlemen, jangan paksa aku jadi Diktator,
Nas...jangan paksa aku” lalu Sukarno mendengar ribut-ribut diluar, ia melihat
banyak massa dateng, tak lama kemudian massa dateng. Sukarno melihat barisan
tank yang ternyata dipimpin komandan artileri Siliwangi Mayor Kemal Idris yang
mengarahkan meriam-nya ke Istana. Sukarno marah besar dengan pengarahan meriam
itu, demo dan tuntutan itu gagal total karena opininya sudah bergeser ke arah
“Pengarahan Meriam Tank tepat ke Muka Sukarno”.
Akhirnya Sukarno memecat Nasution, TB Simatupang
ngamuk-ngamuk dan membanting pintu kerja Sukarno, tak lama Sim juga pensiun.
Pemecatan Nasution ini sesungguhnya berdampak amat fatal bagi Indonesia, karena
ketika Nas berpakaian sipil ia mendirikan Partai bernama IPKI (Ikatan Pejuang
Kemerdekaan Indonesia), IPKI inilah yang kemudian menjalin jaringan dengan
Partai-Partai Politik sipil, sejak kejadian 1952 Militer Indonesia tidak steril
lagi dari pengaruh sipil dan ini amat berbahaya bagi masa depan Indonesia. Di
kemudian hari Hatta kerap marah bila ia dituduh turut mencampurkan militer ke
dalam pengaruh sipil, Hatta selalu berkata “Silahkan tanya ke Nasution soal
itu”.
Menjelang hajatan besar KTT Non Blok di Bandung 1955, Sukarno
sudah mulai membaca arah sejarah. Ia mendapatkan banyak laporan tentang kemana
sesungguhnya Amerika Serikat ini berdiri – yaitu : memecah Indonesia jadi
potongan-potongan kecil agar bisa membendung komunisme- tapi kecurigaan itu
disimpan Sukarno sampai ia melihat buktinya sendiri. . Di tahun 1954, Sukarno
menunggu perkembangan Internasional, ia melihat sebuah langkah prospektif yang
dilakukan Ali ketika Ali berhasil dalam konferensi Kolombo, Konferensi ini akan
mengikatkan suatu gabungan negara-negara Internasional untuk meredusir taktik
intervensi Amerika Serikat dan Sovjet Uni ke negara-negara baru. Akhirnya di
tahun 1955 KTT Nonblok diselenggarakan, pidato Gandhi menjadi acuan :
“Merupakan suatu kehinaan bagi bangsa Asia dan Afrika apabila mereka menjadi
pengikut suatu blok kekuasaan di dunia”. Martabat bangsa-bangsa Asia saat itu
bisa jadi hitungan politik yang lugas untuk menghadapi Amerika Serikat, inilah
yang ada dalam pikiran Sukarno.
Tapi keadaan terus berkembang. Ike Eisenhower terus menekan
untuk segera membereskan Indonesia dari incaran Sovjet Uni, Tahun 1956 Menlu
John Foster Dulles akhirnya memutuskan ke Djakarta. Disana ia dijamu Sukarno
dan ngobrol berdua di ruang kerja Sukarno yang juga penuh dengan buku-buku
“Tuan banyak membaca juga?” kata Dulles
“Ya, sama banyaknya saya nonton film Amerika” kata Sukarno
tertawa
“Tuan Sukarno, apakah anda lupa Amerika Serikat adalah negara
yang mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia, kami terpaksa juga harus agak
mengkhianati sekutu penting kami di Eropa yaitu : Belanda”......
Lalu Sukarno mengambil wine-nya dan memutar-mutarkan gelas
wine. Sukarno tidak meminum wine itu, karena ia langsung menaruh “ Anda
merokok?” kata Sukarno kepada John F Dulles. “Tidak, terima kasih”
Setelah menghisap rokoknya tiga kali Sukarno berkata pada
Dulles dengan pandangan menerawang “ Tuan Dulles, masalah bangsa-bangsa Asia
bukanlah masalah pro atau anti kominis, tapi masalah nasionalisme, seluruh
panggung Asia saat ini terbakar api nasionalisme. Oke, Tuan Dulles saya
berterima kasih pada anda soal anda bilang bantuan Amerika Serikat saat kami
perang dengan Belanda tahun 1945-1949, tapi saya masih ingat Tuan...masih ingat
sekali ...posisi waktu itu ‘posisi Amerika sama sekali tidak jelas’ dukung
Belanda atau Indonesia?....dan posisi yang ambigu itu masih diperlihatkan
sekarang, sementara bagi Komunis mereka jelas mendukung kemerdekaan
negara-negara baru di Asia”
John Foster meradang mendengar jawaban Sukarno yang dianggap
tidak tau terima kasih ini, tapi sebagai diplomat ia harus bersikap santun.
“Tuan datanglah ke Amerika Serikat, rakyat kami ingin mengenal anda”
Sukarno bergembira ketika ia diundang resmi ke Amerika
Serikat. Ia langsung teringat masa kecilnya yang seneng mengumpulkan
gambar-gambar bintang film hollywood dari korek api. Dan sembari tertawa
memamerkan gingsulnya Sukarno berkata pada John Foster Dulles “Saya mengagumi
negeri Tuan, kebudayaan Tuan, gedung-gedung yang tinggi itu, dan dulu ketika saya
masih kecil saya selalu berkhayal tentang Amerika, saya kenal baik dengan
Jefferson, Lincoln dan Washington, saya catat mereka sebagai teman di dalam
membaca buku”
Sebenarnya ucapan Sukarno ini apabila ditilik merupakan
jawaban bahwa “Amerika Serikat janganlah bersikap sombong!..perhatikan
Sukarno”. Tapi Ike Eisenhower memang bukan pemimpin yang cerdik membacai arah
politik.
Akhirnya 16 Mei 1956 Sukarno datang ke Amerika Serikat,
seluruh negeri itu dipenuhi berita-berita tentang siapa Sukarno. Rakyat mendengarkan
radio dan membaca koran. Hari kedatangan Sukarno ditanggapi meriah oleh rakyat
Amerika, di Washington berbondong-bondong orang Amerika ingin tau Sukarno dan
menyambutnya di pinggir-pinggir jalan mereka mengibar-ngibarkan bendera. Di New
York, Sukarno disuruh naik ke podium di sebuah Gedung depan jalan yang dulu
sempat dijadikan pesta kemenangan besar Amerika Serikat pada Perang Dunia II,
rakyat New York menyambut Sukarno dengan parade Pita. Rakyat New York
berbaris-baris mengelu-elukan Sukarno, yang tertawa-tawa melihat sambutan
rakyat negeri Paman Sam itu. Dimana-mana Sukarno dianugerahi doktor honoris
causa dari Universitas-Universitas ternama di Amerika Serikat. Namun sambutan
paling mengesankan bagi Sukarno justru ketika ia diberikan kesempatan bicara di
depan Kongres.
Ide bicara di depan kongres sebenarnya dari beberapa asosiasi
jurnalis Amerika Serikat yang kagum dengan cara pidato Sukarno, dulu
wartawan-wartawan senior perang sekutu terpesona dengan gaya Sukarno bahkan
Richard Straub wartawan BBC saat mendengarkan pidato Sukarno berkata “Abraham
Lincoln masih hidup di dunia..!” pesona pidato Sukarno inilah yang kemudian
dijadikan kasak kusuk para anggota senat, mereka ingin tau apa yang ada dalam
pikiran Sukarno. Dan bagi Sukarno ini sama saja memberikan makanan lezat,
karena bila pidato ia laksana dewa yang mampu membuat diam seluruh angkasa
raya.
Sukarno naik podium dan membuka pidatonya dengan bahasa
sejarah yang mencengangkan “Saudara-saudara, tembakan yang pertama
diperdengarkan di Lexington pada tanggal 19 April 1775 terdengar sampai ke
seluruh penjuru dunia. Bunyinya masih bergaung di hati semua bangsa yang baru
saja memenangkan kemerdekaan mereka, bunyinya itu menggetarkan kesadaran
bangsa-bangsa di Asia dan Afrika....di pelosok-pelosok bumi, orang-orang yang
merasa terjajah membacakan sejarah tembakan Lexington sebagai penggugah untuk
bangun dari tidur mereka, tidur yang ditindih oleh kesakitan-kesakitan, Dan apa
yang terjadi di Amerika adalah pelajaran penting untuk membebaskan dirinya,
Ya...Ya....inilah Asia dan Afrika bangkit kembali”............
Selesai pidato selama 45 menit, seluruh anggota senat
berdiri, wartawan-wartawan berteriak “Bravo...Bravo...Mr. Sukarno” saat itu
seseorang memperhatikan Sukarno dengan cermat ia adalah John F Kennedy. Pesona
Sukarno telah membangkitkan kesadaran bagi Senator muda ini......
Beda dengan Sukarno yang cerdas dan mampu memikat massa, Ike
Eisenhower lebih memilih sebagai orang tua yang nggak pedulian. Ia mengundang
Sukarno untuk nonton film Amerika. Sukarno bertanya pada Ike “Tuan nonton
film-film apa selain koboy, saya suka film sejarah seperti Ben Hur” kata
Sukarno.
“Tidak saya tak suka film selain film koboy, dar der
dor...seru” kata Ike dengan senyum kocaknya.
Sukarno mengernyitkan dahi, lalu ia berkata “Tuan saat ini
bangsa-bangsa Asia bergolak, kami tak ingin negara-negara Asia dijajah terus
oleh negara-negara Eropa” disisi ini Ike tampak nggak mau mendengarnya. Ia
terus memperhatikan film. Sukarno amat tidak suka dengan kelakuan Ike.
Sepulang dari Amerika Serikat perkembangan politik di
Indonesia memanas, beberapa kelompok yang anti KMB seperti Partai Murba mulai
melakukan move politik, mereka mendesak pembatalan KMB. Sementara pihak
Parlemen menyambut usulan Murba dan akhirnya diutus delegasi ke Belanda untuk
melakukan negosiasi ulang KMB soal Irian Barat, Belanda malah marah-marah
dengan usulan negosiasi ini. Inilah yang kemudian menjadikan isu politik
penting untuk segera merobek-robek perjanjian KMB 1949.
Akhirnya KMB 1949 dibatalkan, Hatta mundur karena ia yang
menandatangani KMB 1949 dan kemudian muncullah semangat baru untuk membentuk
satu sistem politik yang kuat. Setelah pulang dari AS semakin jelas bagi
Sukarno bahwa agenda terpenting Amerika dibawah Ike Eisenhower adalah memecah-mecah
Indonesia, dan menyatukannya kembali apabila perlu asal tidak kemasukan
Komunis. Demokrasi Liberal amat rentan dengan kepentingan ini, sehingga
keutuhan wilayah menjadi pertaruhannya”.
Sukarno harus bertindak cepat menyelamatkan Indonesia dari perpecahan,
setelah mundurnya Hatta. Sukarno mendapatkan banyak laporan tentang korupsinya
para politikus-politikus baik di Parlemen maupun Partai. Suatu saat ia
memanggil beberapa menterinya sambil menendang kaki meja dan terdenger keras
Sukarno menyatakan kegeramannya terhadap para koruptor yang tak paham arah
bangsa Indonesia dan hanya mengganggu saja kerjanya. Di tanggal 30 Oktober
depan Konferensi Perhimpunan Guru, Sukarno berpidato : “Aku, Sukarno....nggak
ingin jadi seorang diktator Saudara Saudari....itu berlawanan dengan semangat
saya, dengan jiwa saya...!!Saya adalah seorang demokrat. Saya benar-benar
seorang Demokrat...!! tetapi demokrasi saya bukanlah demokrasi liberal, Yang
ingin saya lihat ini demokrasi terpimpin, demokrasi yang mengarahkan, tapi ya
tetap demokrasi”..........
Akhirnya Sukarno mengakhiri pemerintahan parlementer yang
gonta ganti terus, ia memanggil Djuanda untuk bikin kabinet kerja (zaken
kabinet). Disitu ia juga menarik Semaun yang dimintanya langsung untuk datang
ke Indonesia, Semaun disuruh Sukarno menjadi penasihat bagi Djuanda, begitu
juga dengan Chaerul Saleh. Hampir tiap sore Semaun datang dengan sarungan ke
tempat Djuanda dan bicara serius soal pembangunan dari Semaun inilah kemudian
Sukarno mendapatkan kontak-kontak penting di Moskow, Sukarno perlu modal Moskow
untuk mulai gertak Amerika Serikat. Lalu di suatu hari Sukarno memanggil juga
Subandrio untuk bantu soal-soal luar negeri terutama yang terpenting adalah
soal Irian Barat.
Statemen demokrasi terpimpin Sukarno pada Oktober 1956 inilah
yang kemudian dijadikan basis penting untuk melancarkan pemberontakan bagi para
politisi-politisi yang kecewa dengan Sukarno. – Sementara Ike yang masih
kebelet menguasai Indonesia disarankan agar tidak main kasar, jangan keliatan Amerika
Serikat intervensi langsung ke Indonesia, mereka harus menggunakan orang dalam
agar ‘Sukarno bertempur dengan Jenderal-Jenderalnya sendiri’.
Sukarno berhadapan pada situasi pelik, ia akhirnya memanggil
Nasution untuk kembali pegang militer. Nasution punya anak buah yang amat
berani dan bisa diandalkan, dialah Ahmad Yani yang langsung oleh Nasution
dikirim ke luar Jawa untuk menggebuk pemberontakan daerah. Banyak bukti Amerika
Serikat bermain atas pemberontakan daerah PRRI dan Permesta di tahun 1957-1958.
Termasuk tertembaknya pilot pesawat Allen Pope.
Dubes Hugh Cumming diganti oleh Allison. Pesan Ike Eisenhower
tetap sama saja, ‘Jangan dekati Sukarno” tapi Allison ini orang yang punya
hati, masa akhir jabatannya di Indonesia ia menulis dalam memoarnya “Sukarno
adalah orang dari Asia yang paling mengesankan yang pernah saya temui dalam
hidup saya”. Allison heran dengan laporan-laporan bahwa orang Indonesia
brutal-brutal, ia menemui fakta bahwa Isterinya senang di Indonesia dengan
orang-orangnya yang ramah. Allison tidak memuaskan Ike Eisenhower.
Tahun 1960 Nixon, Wakil Ike Eisenhower kalah tarung Pemilu di
Amerika Serikat dan sejarah mencatat nama John F Kennedy menjadi Presiden AS.
Kennedy ini beda dengan Ike yang hanya mengandalkan otak anak buahnya, JFK
lebih kepada mengandalkan otaknya sendiri, tapi memang JFK terlihat belum
berpengalaman dalam politik luar negeri, ia juga masih terlalu bersemangat soal
mimpi ‘Perdamaian dunia’. Sebelumnya JFK pernah datang ke Indonesia tahun 1957,
ia belajar soal Indonesia. Sama seperti Kahin yang mengambil kesimpulan bahwa
Indonesia bukanlah negara komunis, Indonesia diisi oleh para intelektual
berbakat besar. Bersahabat dengan Indonesia adalah rekomendasinya yang utama.
Kennedy memilih besahabat dengan Sukarno ketimbang tetangganya sendiri, Castro.
Di awal pemerintahannya JFK mendapatkan malu luar biasa
karena ia gagal ekspansi militer ke Kuba. Gara-gara info penting berhasil
disadap wartawan, penyerangan Kuba gagal total. Para pendarat jadi makanan
empuk tembakan pasukan Castro. Begitu juga dengan peristiwa adu tank di Berlin
yang hampir saja meletuskan perang dunia ketiga. Dengan Irian Barat, Kennedy
harus hati-hati karena bila Sovjet Uni menurunkan pasukannya di Asia Tenggara
maka perang di kawasan ini akan pecah. Setelah mempelajari situasi Kennedy
lebih suka Irian Barat jatuh ke tangan Indonesia ketimbang ke tangan Belanda
kemudian dijadikan alasan pihak Komunis untuk membebaskan Irian Barat.
Sikap JFK ini kemudian dibaca oleh banyak pihak yang
berkepentingan. Pertama kali bulan februari 1961, Perdana Menteri Robert G
Menzies Australia datang ke Washington untuk meyakinkan Kennedy jika Belanda
dibiarkan pergi dari wilayah Nusantara, maka keseimbangan politik bagi
Australia akan berbahaya. “Indonesia akan jatuh ke tangan kominis” kata
Menzies, namun JFK menanggapinya dengan dingin. Dalam hal ini JFK masih memilih
netral dalam soal Irian Barat. Ia pengen tau arahnya kemana? Tentu saja Belanda
marah-marah, di depan parlemen Belanda di Den Haag Menlu Luns diteriaki anggota
Parlemen “Apa-apaan ini sekutu kita sendiri malah asyik bermain dengan Sukarno”
Desakan parlemen Belanda itulah yang kemudian memaksa Menlu
Luns dengan diantara dubes belanda untuk Amerika Serikat Van Roijen datang
menemui Presiden Kennedy. Mereka marah pada JFK ini soal sikap diamnya tidak
membela sekutu Belanda dalam menghadapi Indonesia. Bahkan ditengah kemarahan
ini, Menlu Luns menunjuk-nunjuk ke hidung Kennedy. JFK diam saja namun ia
dongkol juga, setelah Roijen menekan ingin tau sikap Amerika Serikat, dengan
tidak sopan JFK berdiri dan langsung ke belakang, dia diteriaki Luns “Mau
kemana” JFK menjawab seenaknya “Saya mau maen baseball”.
Sukarno mendapat kabar posisi Kennedy merasa gembira, ia
memerlukan datang ke Washington juga membujuk agar Kennedy memihak kepada
Sukarno. Saat kunjungan itu Sukarno diperlakukan amat hormat oleh Kennedy, ia
dibawa ke ruang kamar pribadi JFK, lalu JFK menunjukkan koleksi foto-fotonya.
Pertemuan itu dilukiskan sebagai pertemuan dua sahabat lama. Sukarno terkesan
dengan anak muda tampan ini yang mengingatkannya sewaktu ia masih muda dulu.
Di tengah obrolan antar teman itu JFK nanya “Apa sih yang
bikin Tuan Sukarno ingin dari Irian Barat, ras melanesia beda dengan ras
melayu”
Sukarno menjawab sambil memainkan tongkatnya “You tau,
wilayah itu adalah bagian dari negara kami, Irian Barat harus segera
dilepaskan”. Lalu Kennedy membalas “Tetapi orang Papua adalah ras yang
berbeda”.....
Sukarno menjawab lagi “Tuan Kennedy, jangan lupa di Amerika
Serikat itu lebih rupa-rupa lagi ras-nya. Kelak bisa saja Amerika punya
Presiden Kulit Hitam atau Menteri Pertahanan ras Arab. Sebuah negara tidak
ditentukan oleh ras, sebuah nation tidak dibangun dari prasangka-prasangka
rasial, tapi sebuah negara dibangun dari keinginan bersama untuk membebaskan
dirinya untuk masa depan lebih baik”.......
Akhirnya Kennedy mengerti jalan politik Indonesia, tapi ia
punya posisi terkunci. Sukarno akhirnya bermain-main taruhan modal untuk
menggebuk Belanda sendirian, sebenarnya Bandrio sudah memberi usul “Baiknya
total diplomasi saja, Amerika tidak mau perang disini” tapi kata Bung Karno
“Saya tau watak orang Belanda, kalau tidak diserang militer, mereka itu bisa
memainkan fakta, orang Belanda takut dengan perang beneran”....
Kemudian Sukarno memanggil Adam Malik untuk membantu
permodalan militer Indonesia. Adam Malik meminta Nasution memaintain pinjaman
militer besar-besaran dari Moskow, sekejap Indonesia mendapatkan duit Moskow.
Lalu Indonesia membangun pertahanan militer terbesar di Asia. Kapal-kapalnya
siap bertempur dan membuat Belanda gemetar.
Ada satu hal yang terlupa disini, adalah Sukarno terlalu
ceroboh meminjam hampir 1 milyar dollar sementara devisa Indonesia belum cukup,
kondisi ini kelak akan memicu inflasi. Ini sudah diperhitungkan bagi
intel-intel CIA. Justru mereka menunggu dulu sikap JFK yang masih saja membela
Sukarno.
Ternyata lewat jalan berliku Irian Barat direbut Indonesia,
Belanda marah besar pada Amerika Serikat bahkan perebutan itu tanpa duit sama
sekali seperti kejadian KMB 1949. Tapi ada hal paling penting disini, Indonesia
udah kebanyakan pinjaman kepada Sovjet Uni, Sukarno akan rapuh secara ekonomi,
inilah yang diperhitungkan maka langkah intelijen Amerika Serikat yang amat
tidak suka Sukarno adalah : Menetralisir Kennedy dan membuat Sukarno terjebak
dalam perang baru...............
Lalu Inggris mendapatkan bola untuk mempermainkan Sukarno
soal Malaysia.
Akhirnya John F Kennedy ditembak, Sukarno mati di Wisma Yaso.
Hati-hati dengan persoalan Irian Barat, karena inilah pulau dimana Amerika
Serikat juga memiliki kesejarahan historis yang amat kuat. Jangan sampai
terjebak provokasi, seperti cerita Kolonel Lubis soal tawaran CIA untuk
meledakkan pangkalan minyak milik Caltex agar pasukan Marinir ada alasan untuk
menjaga investasinya. Persoalan Irian Barat sekarang amat pelik, mungkin hanya
satu penyelesaiannya : “Mengembalikan Kesadaran Nasional dan Tujuan Bangsa ini
ke depan, tanpa ini justru rasa kasihan kita bila Papua lepas maka itu akan
memancing satu persatu Pulau di Indonesia merdeka. Hentikan politik kekerasan
di Papua, karena ini adalah fase awal dari pemecahan Indonesia sesungguhnya”.
Comments