Mengenang Seniman Patriotik, Bung Zoubier Lelo
Mengenang Bung Zoubier Lelo, Seorang Seniman Patriotik
Indonesia Yang Meninggal Dunia di Negeri Orang (negeri Belanda) pada tanggal
1 September 2010, dalam usia hampir 80 tahun di
Revalidatiecentrum “Bloemen Toren“, Diemen ( negeri Belanda ).
Bung Zoubier lahir tanggal 22 Januari 1931 di Bireuen, Aceh;
anak dari keluarga pedagang menengah. Mengikuti jalan hidup orang tuanya yang
berpindah-pindah dari satu kota ke kota lainnya, maka sekolah Bung Zoubier juga
berpindah-pindah pula. Beliau menempuh SR ( Sekolah Rakyat ), kemudian bernama
SD ( Sekolah Dasar ), di Bireuen. Dari sini orang tuanya pindah ke Langsa, dan
di sana Bg. Zoubier melanjutkan sekolahnya di SMP. Di situlah beliau bertemu
dengan Agam Wispi - yang kemudian jadi penyair
kondang Lekra – tetapi A.Wispi setahun lebih dulu belajar di SMP tersebut.
Kemudian orang tuanya pindah lagi ke Pangkalan Berandan.
Bung Zoubier terpaksa menyambung SMP-nya di P.Berandan dan
menamatkannya di sana. Ketika tinggal di P.Berandan, Bung Zoubier
sempat menyaksikan P. Berandan
dibumi hanguskan oleh
pejuang-pejuang kemerdekaan karena
tentara Belanda menyerang dengan kekuatan besar untuk menduduki P.Berandan, salah satu tempat
sumber minyak di Sumatra Utara. Dari P.Berandan kemudian mereka pindah ke
Medan. Selaku anak pedagang, Bung Zoubier sejak kecil sudah membantu menjajakan
barang-barang dagangan orang tuanya.
Sejak masa kanak-kanak Bung Zoubier, bakat senimannya sudah
tumbuh. Di usia 13 tahun beliau sudah main sandiwara di sekolahnya. Sejak itu
beliau aktif di teater Aceh. Begitu tinggal di Medan, beliau mendapatkan peluang
yang lebih baik lagi
untuk mengembangkan bakatnya
sambil meneruskan belajar di Universitas Sumatera Utara (USU). Di sana beliau membentuk
GMNI, dimana beliau sebagai ketuanya. Di USU beliau hanya sempat belajar selama
dua tahun, kemudian pindah ke Jakarta.
Di Medan, di samping main drama di teater, beliau juga mulai
aktif main film. Karier perfilemannya dapat
dideretkan sebagai berikut :
1.Main di film “ Kuala Deli “, yang dibuat pada tahun 1955
2. Main di film “Bintang Pelajar“, yang dibuat pada tahun
1957
3. Main di film “Anakku Sayang”, yang dibuat pada tahun 1957
4. Main di film “Piso Surit ”, yang dibuat pada tahun 1958
5. Main di film
“Turang”, yang dibuat pada tahun 1960.
Khusus mengenai film “Turang” yang mengisahkan perjuangan
orang-orang dari suku Karo pada waktu Revolusi Agustus 45di Sumatra Timur,
pemutaran pertamanya dilangsungkan di Istana Merdeka dan disaksikan oleh
Presiden Sukarno. Di situlah Bung Zoubier bertemu dan berdialog langsung dengan
Presiden Sukarno untuk pertama kalinya. Pertemuan berikutnya dengan Presiden Sukarno
terjadi di KBRI di Moscow, ketika Presiden Sukarno berkunjung ke Uni Sovjet.
Saat itu Presiden Sukarno berpesan kepada Bung Zoubier demikian: “Baik-baik
belajar, dan cepat pulang.”
Sebagai seniman yang sudah banyak berperan dalam pementasan
drama dan pembuatan film, beliau tentu saja banyak berhubungan, bergaul dan
bekerja sama dengan Bung Bachtiar Siagian. Karena itu beliau mengenal dekat dan
akrab dengan Bung Bachtiar Siagian - Seniman kondang, Ketua Lembaga Film Lekra.
Bung Zoubier sangat mengagumi dan menghormati Bung Bachtiar Siagian.
Ketika mendengar berita kematian Bung Bachiar yang
menyedihkan itu, beliau terharu dan sangat sedih. Dengan nada marah beliau
mencela perlakuan yang tidak manusiawi oleh rezim Orba terhadap Bung Bachtiar
Siagian yang semasa Revolusi Agustus 45 aktif dalam pasukan gerilya di
Kabupaten Langkat dalam mempertahankan Kemerdekaan RI, dan di samping itu telah
banyak pula memberikan sumbangan dalam memperkaya hazanah seni dan budaya
Indonesia yang berkepribadian Indonesia.
Pada tahun 1959, Bung Zoubir dikirim oleh Perfi ( Persatuan
Film Indonesia ) ke luar negeri, belajar di Institut Kesenian dan Perfileman
Negara Moscow atas beasiswa Pemerintah Indonesia. Semasa belajar di teater
tersebut, pada tahun 60-an, untuk tujuan lebih memperkenalkan Kebudayaan Indonesia
di Uni Sovjet, dibentuk Lembaga Kebudayaan Indonesia, yang diketuai oleh Prof.
Intojo, dan Bung Zoubir sebagai Sekretarisnya.
Setelah terjadi peristiwa G-30-S, Bung Zoubier juga menjadi
korban kekerasan rezim militer fasis Suharto, karena identitasnya sebagai
pendukung kebijakan politik Presiden Sukarno sudah diketahui oleh Atase Militer
AD Indonesia di Moscow. Pasport Bung Zoubier dicabut, dan jadilah beliau orang yang
terhalang pulang di luar negeri. Pada saat-saat itu juga di Moscow didirikan
OPI ( Organisasi Pemuda Indonesia ) untuk tujuan menghimpun orang-orang
Indonesia yang tidak bisa pulang dan sedang berada di Uni Sovjet, dimana Bung
Zoubir juga masuk menjadi anggotanya.
Sejak itu Bung Zoubier bekerja di teater Mossoveta, salah
satu teater drama terbesar di Moscow. Seluruh pekerjanya ada sejumlah 325
orang, di antaranya 91 orang akteur dan aktris. Semasa hidup di Moscow, Bg.
Zoubir telah menikah dengan seorang wanita Warga Negara Uni Sovjet, dan dikarunia
seorang putra, yaitu anaknda Akil yang sekarang ada di tengah-tengah kita.
Waktu berlalu dengan cepat, 31 tahun telah lewat. Terjadilah
perubahan yang drastis dalam kehidupan Bg. Zoubier. Istri telah meninggal
dunia, kewarganegaraan Indonesianya telah dirampas oleh aparat penguasa Orba di
Moscow. Teman-teman setanah air dan senasib sudah banyak yang pergi
meninggalkan Moscow ke Eropa Barat. Dalam keadaan demikian beliau merasa makin
jauh dari Tanah Air dan terbayang oleh beliau hari depan yang suram. Akhirnya
beliau mengambil keputusan untuk mengikuti jejak teman-temannya, pergi ke Eropa
Barat, ke Belanda.
Setelah beberapa kali mengadakan hubungan dengan Bung MH,
maka pada bulan Agustus 1990 beliau pergi ke negeri Belanda. Setiba di Schiphol
beliau sudah ditunggu dan dijemput oleh Bg. MH, dan dibawa ke rumahnya di Amsterdam.
Kemudian dengan bantuan Bg. Suhaimi beliau dihubungkan dengan VVN dan ditampung
di Opvang Centrum Leersum. Di sana
beliau tinggal selama kira-kira 10 bulan menunggu pengurusan untuk mendapatkan
izin tinggal di Belanda.
Mujur permohonannya untuk dapat izin tinggal di Belanda
dikabulkan oleh Pemerintah Belanda, dan mendapat tempat tinggal di Woerden.
Selama tinggal di sana, beliau aktif bekerja sebagai relawan di Gemeente Woerden. Bersamaan dengan itu,
beliau juga masuk menjadi anggota Perhimpunan Persaudaraan Indonesia di Belanda
sampai akhir hidupnya.
Sangat disayangkan, setelah kurang lebih 15 tahun tinggal di
Belanda, kesehatan beliau mengalami gangguan. Mula-mula kedua kakinya agak
sakit kalau berjalan. Makin lama makin parah dan akhirnya samasekali tidak bisa
lagi berjalan normal. Untuk bergerak, baik di dalam maupun di luar rumah beliau
harus menggunakan rolstoel. Dalam keadaan demikian beliau tidak bisa lagi
mengurus dirinya sendiri. Atas saran Huisarts, beliau dianjurkan untuk tinggal
di Verpleeghuis. Mula-mula di Woerden, kemudian dipindahkan ke Amsterdam
Zuid-Oost, atas pertimbangan: banyak kawan-kawan yang tinggal di Amsterdam,
sehingga bisa sering-sering bergantian menjenguknya.
Tetapi tempat yang dianggap oleh banyak teman akan dapat
memberikan suasana yang lebih nyaman bagi beliau, ternyata ditempat itu pula Bg. Zoubier
mengalami penyumbatan pada pembuluh darah di otaknya, yang akhirnya merenggut
hidupnya.
Kini Bung Zoubier Lelo telah tiada. Beliau telah menempuh
jalan hidupnya sampai ke tapal batas. Semua kebahagiaan dan duka-derita semasa
hidupnya telah ditinggalkan.
Selamat jalan Bung Zoubier ke alam baka yang damai !
Sekian, dan terimakasih atas perhatian para hadirin.
Amsterdam, 8 September 2010
Disampaikan oleh Sungkono
atas nama Pengurus Perhimpunan Persaudaraan Indonesia di Belanda.
sumber selengkapnya : klik
sumber selengkapnya : klik
sumber gambar : klik
Comments